Selasa, 25 Desember 2012

Perkembangan Kemampuan Kognitif

Kemampuan Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif (intelektual) sebenarnya merupakan perkembangan pikiran. Pikiran anak Anda adalah bagian dari otaknya yang bertanggung jawab terhadap bahasa, pembentukan mental, pemahaman, penyelesaian masalah, pandangan, penilaian, pemahaman sebab akibat, serta ingatan. Piaget dalam Bringuier mengatakan bahwa Pengetahuan itu bukanlah salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran apriori yang sudah ditetapkan di dalam diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh pertukaran antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan biologi dan antara fikiran dan obyeknya menurut tinjauan kognitif.
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya-dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.
Karakteristik perkembangan kognitif pada masa pertengahan anak-anak adalah pemikiran operasional konkret. Dimana, pada tahap ini dapat melakukan operasi-operasi dengan mengubah tindakan secara mental, memperlihatkan keterampilan-keterampilan konservasi; penalaran secara logis menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya di dalam keadaan-keadaan konkret; tidak abstrak (misalnya, tidak dapat membayangkan langkah-langkah persamaan aljbar); keterampilan-keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda ke dalam perangkat-perangkat dan sub-subperangkat dan bernalat tentang keterkaitannya. Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, perkembangan kognitif anak-anak sudah semakin matang sehingga memungkinkan orangtua untuk bermusyawarah dengan mereka tentang penolakan penyimpangan dan pengendalian perilaku mereka.
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).

Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Jean Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
Kecenderungan organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengintegasi proses-proses sendiri menjadi system – sistem yang koheren. Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial.
Piaget yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Faktor yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif, yaitu :
a.  Fisik, Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontakdengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensiindividu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
b. Kematangan, Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
c. Pengaruh sosila, Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif
d. Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi, Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmani yangmenyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun dengan baik
 Aspek Inteligensi, menurut Piaget, inteligensi dapat dilihat dari 3 perspektif berbeda :
a. Struktur disebut juga scheme (skemata/Schemas), Struktur & organisasi terdapat di lingkungan tapi pikiran manusia lebih dari meniru struktur realita eksternal secara pasif. Interaksi pikiran manusia dengan dunia luar, mencocokkan dunia ke dalam “mental framework”-nya sendiri. Struktur kognitif merupakan mental framework yg dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkungan & menginterpretasikannya, mereorganisasikannya serta mentransformasikannya.
b. hal penting yg harus diingat tentang membangun struktur kognitif :  
1)      seseorang terlibat secara aktif dalam membangun proses.
2)      lingkungan dimana seseorang berinteraksi penting untuk perkembanga structural
c. Isi disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah. Merupakan materi kasar, karena Piaget kurang tertarik pada apa yg anak-anak ketahui, tapi lebih tertarik dengan apa yang mendasari proses berpikir. Piaget melihat “isi” kurang penting dibanding dengan struktur & fungsinya, Bila isi adalah “apa” dari inteligensi, sedangkan “bagaimana” & “mengapa” ditentukan oleh kognitif atau intelektual.
d. Fungsi disebut fungtion, yaitu suatu proses dimana struktur kognitif dibangun. Semua organisme hidup yg berinteraksi dengan lingkungan mempunyai fungsi melalui proses organisasi & adaptasi.Organisasi: cenderung untuk mengintegrasi diri & dunia ke dalam suatu bentuk dari bagian-bagian menjadi satu kesatuan yg penuh arti, sebagai suatu cara untuk mengurangi kompleksitas.


Adaptasi terhadap lingkungan terjadi dalam 2 cara :
1)      organisme memanipulasi dunia luar dengan cara membuatnya menjadi serupa dengan dirinya. Proses ini disebut dengan asimilasi. Asimilasi mengambil sesuatu dari dunia luar & mencocokkannya ke dalam struktur yg sudah ada. contoh: manusia mengasimilasi makanan dengan membuatnya ke dalam komponen nutrisi, makanan yg mereka makan menjadi bagian dari diri mereka.
2)      organisme memodifikasi dirinya sehingga menjadi lebih menyukai lingkungannya. Proses ini disebutakomodasi. Ketika seseorang mengakomodasi sesuatu, mereka mengubah diri mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan eksternal. contoh: tubuh tidak hanya mengasimilasi makanan tapi juga mengakomodasikannya dengan mensekresi cairan lambung untuk menghancurkannya & kontraksi lambung mencernanya secara involunter.
Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.

1)      Perkembangan Kemampuan Kognitif Pada Bayi 1-12 Bulan

kemampuan kognitif pada bayi mencakup kemampuan mental yang meliputi berpikir, belajar, dan proses pemecahan masalah. Sama seperti kemampuan yang lain, kemampuan kognitif pada bayi juga mengalami perkembangan dari bulan ke bulan. Berikut adalah perkembangan kemampuan kognitif pada bayi dari usia 1 bulan sampai dengan 12 bulan.
Usia 1 Bulan:
  • Melihat ke arah orang-orang yang sedang bergerak.
  • Melihat ke wajah orang-orang di sekitarnya.
  • Diam ketika hendak digendong.
  • Menikmati ketika berada di gendongan anda.

Usia 2 Bulan:                                
  • Matanya dapat bergerak mengikuti orang atau benda yang bergerak.
  • Tetap terbangun dari tidurnya untuk waktu yang cukup lama, artinya jam tidur si kecil sekarang sudah mulai berkurang.
  • Mulai untuk tersenyum.
Usia 3 Bulan:
  • Mulai senang melihati tangannya sendiri.
  • Merasakan suatu benda dengan mulut dan tangannya.
  • Menengokkan kepalanya ke arah suara berasal.
  • Si kecil menikmati permainan yang melibatkan interaksi, seperti cilukbaa….
  • Tersenyum kepada orang yang dia kenal.
Usia 4 Bulan:
  • Dapat memfokuskan matanya ke arah suara berasal.
  • Melihat mainannya yang dipegang tangannya sendiri.
  • Tersenyum sendiri ketika dihadapkan ke cermin.
  • Si kecil mulai mengeluarkan tawanya.
Usia 5 Bulan:
  • Menemukan mainan yang disembunyikan secara sebagian di bawah kain.
  • Dapat memproduksi suara sendiri untuk menarik perhatian dari lingkungan sosialnya.
  • Memerhatikan orang asing yang ada di sekitarnya.
Usia 6 Bulan:
  • Mulai mencoba meraih mainannya yang sebenarnya berada di luar jangkauan si kecil.
  • Mulai menyukai bersama orang lain atau menyukai keramaian.
Usia 6-12 Bulan:
  • Dapat menemukan benda atau mainannya setelah sebelumnya melihatnya disembunyikan.
  • Melihat-lihat gambar yang ada di buku, jadi sekarang anda mulai bisa membelikan si kecil buku-buku bergambar.
  • Dapat menggunakan benda sebagai suatu peralatan sesudah ditunjukkan bagaimana caranya.
  • Dapat memainkan mainannya dengan cara yang baru, menariknya, memutarnya, menyodoknya, dan merobeknya.
  • Menikmati fungsi mainannya, seperti mainan musiknya, dll.
  • Sangat menyukai permainan Ci..luk…baaaa……. ataupun Pok…ame…ame.
2)      Perkembangan Kemampuan Kognitif Pada Anak
Seorang ahli Psikologi mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah :
a)      Stadium sensori-motorik ( 0 - 18 atau 24 bulan )
Piaget berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik ini, inteligensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan konkrit dan bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja. Piaget menamakan proses ini sebagai proses desentrasi, artinya anak dapat memandang dirinya sendiri dan lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.
b)      Stadium pra-operasional ( 18 bulan - 7 tahun )
Stadium pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi ( tidak langsung ) serta bayangan dalam mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis. Anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka.
  • Cara berpikir pra-operasional sangat memusat ( centralized ). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi - dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi - dimensi yang lain dan akhirnya juga mengabaikan hubungannya antara dimensi - dimensi ini.
  • Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik ( irreversable ). Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah yang sebaliknya.
  • Berpikir pra-operasional adalah terarah statis. Bila situasi A beralih ke situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan transformasi perpindahannya A ke B.
  • Berpikir pra-operasional adalah transductive ( pemikiran yang meloncat - loncat ). Tidak dapat melakukan pekerjaan secara berurutan . Dari total perintah hanya satu/ beberapa yang dapat dilakukan.
  • Berpikir pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek tidak berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja.
c)      Stadium operasional konkrit ( 7 - 11 tahun )

Cara berpikir anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai oleh desentrasi yang besar, artinya anak sekarang misalnya sudah mampu untuk memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan dimensi - dimensi ini satu sama lain. Anak sekarang juga memperhatikan aspek dinamisnya dalam perubahan situasi. Akhirnya ia juga sudah mampu untuk mengerti operasi logis dari reversibilitas. 
Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda - benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret. Ada juga kekurangan dalam cara berpikir operasional konkrit. Yaitu anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah ( misalnya masalah klasifikasi ) secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.

d)     Stadium operasional formal ( mulai 11 tahun )
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu : Kapasitas menggunakan hipotesis ; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Dalam menghadapi masalah, anak akan menganalisis masalahnya dengan penyelesaian berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisisnya ini, ia lalu membuat suatu strategi penyelesaian. Maka dari itulah berpikir operasional formal juga disebut berpikir proporsional. Berpikir operasional formal memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis dengan variabel - variabel tergantung.

3)      Perkembangan Kemampuan Kognitif Pada Remaja

Menginjak masa puber, seorang remaja akan mengalami perkembangan kognitif atau kemampuan berpikir. Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations).  Idealnya, seorang remaja sudah mempunyai pola pikir sendiri. Di antaranya yang bisa digambarkan yaitu:
  • Mulai bisa berpikir logis tentang suatu gagasan yang abstrak
  • Mulai bisa membuat rencana, strategi, membuat keputusan, memecahkan masalah serta mulai memikirkan masa depan
  • Muncul kemampuan nalar secara ilmiah dan belajar menguji hipotesis atau permasalahan
  • Belajar berinstropeksi diri
  • Wawasan berpikirnya semakin luas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, jati diri atau identitas

Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tapi juga akan mengadaptasi informasi tersebut dengan pemikirannya sendiri. Namun pada kenyataannya, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia), masih banyak sekali remaja (bahkan orang dewasa juga lho) yang belum mampu berpikir dewasa. Sebagian masih memiliki pola pikir yang sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia banyak menggunakan metode belajar mengajar satu arah atau ceramah, sehingga daya kritis belajar seorang anak kurang terasah. Bisa juga pola asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan remaja seperti anak-anak sehingga mereka tidak punya keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usianya.
Seharusnya seorang remaja harus sudah mencapai tahap perkembangan pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal Analogies, Jones dan Conrad ( Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001 ) menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun. Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir. Perubahan - perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau ( mapan ) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar