Kemampuan
Perkembangan Kognitif
Perkembangan
kognitif (intelektual) sebenarnya merupakan perkembangan pikiran. Pikiran anak
Anda adalah bagian dari otaknya yang bertanggung jawab terhadap bahasa,
pembentukan mental, pemahaman, penyelesaian masalah, pandangan, penilaian,
pemahaman sebab akibat, serta ingatan. Piaget dalam Bringuier mengatakan bahwa
Pengetahuan itu bukanlah salinan dari obyek dan juga bukan berbentuk kesadaran
apriori yang sudah ditetapkan di dalam diri subyek, ia bentukan perseptual, oleh
pertukaran antara organisme dan lingkungan dari sudut tinjauan biologi dan
antara fikiran dan obyeknya menurut tinjauan kognitif.
Teori
ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata-skema tentang bagaimana
seseorang mempersepsi lingkungannya-dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat
seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental.
Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti
teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan
pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun
kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya
terhadap lingkungan.
Karakteristik
perkembangan kognitif pada masa pertengahan anak-anak adalah pemikiran
operasional konkret. Dimana, pada tahap ini dapat melakukan operasi-operasi
dengan mengubah tindakan secara mental, memperlihatkan
keterampilan-keterampilan konservasi; penalaran secara logis menggantikan
penalaran intuitif, tetapi hanya di dalam keadaan-keadaan konkret; tidak
abstrak (misalnya, tidak dapat membayangkan langkah-langkah persamaan aljbar);
keterampilan-keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda ke dalam
perangkat-perangkat dan sub-subperangkat dan bernalat tentang keterkaitannya.
Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, perkembangan kognitif anak-anak
sudah semakin matang sehingga memungkinkan orangtua untuk bermusyawarah dengan
mereka tentang penolakan penyimpangan dan pengendalian perilaku mereka.
Kognitif
adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif
diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa
(analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti
persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional
(akal).
Teori
kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan
kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif
berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek kemampuan
perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus yang
datang kepada dirinya. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata
kognitif. Dari aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki
kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan
intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara
mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.
Jean
Piaget (1896-1980), pakar psikologi dari Swiss, mengatakan bahwa anak dapat
membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri. Dalam pandangan Piaget,
terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu
pengorganisasian dan penyesuaian (adaptasi).
Kecenderungan
organisasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk
mengintegasi proses-proses sendiri menjadi system – sistem yang koheren.
Adaptasi dapat dilukiskan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk
memyesuaikan diri dengan lingkungan dan keadaan sosial.
Piaget
yakin bahwa kita menyesuaikan diri dalam dua cara yaitu asimiliasi dan
akomodasi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke
dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi
ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru.
Faktor
yang Berpengaruh dalam Perkembangan Kognitif, yaitu :
a.
Fisik, Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan
baru, tetapi kontakdengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan
pengetahuan kecuali jika intelegensiindividu dapat memanfaatkan pengalaman
tersebut.
b. Kematangan, Kematangan sistem syaraf
menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum
dari pengalaman fisik. Kematangan membuka kemungkinan untuk perkembangan
sedangkan kalau kurang hal itu akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif.
Perkembangan berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat
kontak dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
c. Pengaruh sosila, Lingkungan sosial
termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik dapat memacu atau menghambat
perkembangan struktur kognitif
d. Proses pengaturan diri yang disebut ekuilibrasi,
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari
individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan
perkembangan jasmani yangmenyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara
terpadu dan tersusun dengan baik
Aspek Inteligensi, menurut Piaget, inteligensi
dapat dilihat dari 3 perspektif berbeda :
a. Struktur disebut juga scheme
(skemata/Schemas), Struktur & organisasi terdapat di lingkungan tapi
pikiran manusia lebih dari meniru struktur realita eksternal secara pasif.
Interaksi pikiran manusia dengan dunia luar, mencocokkan dunia ke dalam “mental
framework”-nya sendiri. Struktur kognitif merupakan mental framework yg
dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkungan & menginterpretasikannya,
mereorganisasikannya serta mentransformasikannya.
b.
hal penting yg harus diingat tentang membangun struktur kognitif :
1) seseorang
terlibat secara aktif dalam membangun proses.
2) lingkungan
dimana seseorang berinteraksi penting untuk perkembanga structural
c. Isi disebut juga content, yaitu pola
tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah. Merupakan
materi kasar, karena Piaget kurang tertarik pada apa yg anak-anak ketahui, tapi
lebih tertarik dengan apa yang mendasari proses berpikir. Piaget melihat “isi”
kurang penting dibanding dengan struktur & fungsinya, Bila isi adalah “apa”
dari inteligensi, sedangkan “bagaimana” & “mengapa” ditentukan oleh kognitif
atau intelektual.
d. Fungsi disebut fungtion, yaitu suatu
proses dimana struktur kognitif dibangun. Semua organisme hidup yg berinteraksi
dengan lingkungan mempunyai fungsi melalui proses organisasi &
adaptasi.Organisasi: cenderung untuk mengintegrasi diri & dunia ke dalam
suatu bentuk dari bagian-bagian menjadi satu kesatuan yg penuh arti, sebagai
suatu cara untuk mengurangi kompleksitas.
Adaptasi
terhadap lingkungan terjadi dalam 2 cara :
1) organisme
memanipulasi dunia luar dengan cara membuatnya menjadi serupa dengan dirinya.
Proses ini disebut dengan asimilasi. Asimilasi mengambil sesuatu dari dunia
luar & mencocokkannya ke dalam struktur yg sudah ada. contoh: manusia
mengasimilasi makanan dengan membuatnya ke dalam komponen nutrisi, makanan yg
mereka makan menjadi bagian dari diri mereka.
2) organisme
memodifikasi dirinya sehingga menjadi lebih menyukai lingkungannya. Proses ini
disebutakomodasi. Ketika seseorang mengakomodasi sesuatu, mereka mengubah diri
mereka sendiri untuk memenuhi kebutuhan eksternal. contoh: tubuh tidak hanya
mengasimilasi makanan tapi juga mengakomodasikannya dengan mensekresi cairan
lambung untuk menghancurkannya & kontraksi lambung mencernanya secara
involunter.
Melalui
kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan
berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses
penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai
keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya
dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan
seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian
di atas.
1) Perkembangan Kemampuan Kognitif Pada Bayi 1-12 Bulan
kemampuan
kognitif pada bayi mencakup kemampuan mental yang meliputi berpikir, belajar,
dan proses pemecahan masalah. Sama seperti kemampuan yang lain, kemampuan
kognitif pada bayi juga mengalami perkembangan dari bulan ke bulan. Berikut
adalah perkembangan kemampuan kognitif pada bayi dari usia 1 bulan sampai dengan 12 bulan.
Usia 1 Bulan:
- Melihat ke arah orang-orang yang sedang bergerak.
- Melihat ke wajah orang-orang di sekitarnya.
- Diam ketika hendak digendong.
- Menikmati ketika berada di gendongan anda.
Usia 2 Bulan:
- Matanya dapat bergerak mengikuti orang atau benda yang bergerak.
- Tetap terbangun dari tidurnya untuk waktu yang cukup lama, artinya jam tidur si kecil sekarang sudah mulai berkurang.
- Mulai untuk tersenyum.
Usia 3 Bulan:
- Mulai senang melihati tangannya sendiri.
- Merasakan suatu benda dengan mulut dan tangannya.
- Menengokkan kepalanya ke arah suara berasal.
- Si kecil menikmati permainan yang melibatkan interaksi, seperti cilukbaa….
- Tersenyum kepada orang yang dia kenal.
Usia 4 Bulan:
- Dapat memfokuskan matanya ke arah suara berasal.
- Melihat mainannya yang dipegang tangannya sendiri.
- Tersenyum sendiri ketika dihadapkan ke cermin.
- Si kecil mulai mengeluarkan tawanya.
Usia 5 Bulan:
- Menemukan mainan yang disembunyikan secara sebagian di bawah kain.
- Dapat memproduksi suara sendiri untuk menarik perhatian dari lingkungan sosialnya.
- Memerhatikan orang asing yang ada di sekitarnya.
Usia 6 Bulan:
- Mulai mencoba meraih mainannya yang sebenarnya berada di luar jangkauan si kecil.
- Mulai menyukai bersama orang lain atau menyukai keramaian.
Usia 6-12 Bulan:
- Dapat menemukan benda atau mainannya setelah sebelumnya melihatnya disembunyikan.
- Melihat-lihat gambar yang ada di buku, jadi sekarang anda mulai bisa membelikan si kecil buku-buku bergambar.
- Dapat menggunakan benda sebagai suatu peralatan sesudah ditunjukkan bagaimana caranya.
- Dapat memainkan mainannya dengan cara yang baru, menariknya, memutarnya, menyodoknya, dan merobeknya.
- Menikmati fungsi mainannya, seperti mainan musiknya, dll.
- Sangat menyukai permainan Ci..luk…baaaa……. ataupun Pok…ame…ame.
2) Perkembangan Kemampuan Kognitif Pada Anak
Seorang
ahli Psikologi mengungkapkan ada beberapa tahapan perkembangan kognitif pada
anak, diantaranya adalah :
a) Stadium sensori-motorik ( 0 - 18 atau 24 bulan )
Piaget
berpendapat bahwa dalam perkembangan kognitif selama stadium sensori motorik
ini, inteligensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi
simulasi sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah tindakan konkrit dan
bukan tindakan imaginer atau hanya dibayangan saja. Piaget menamakan proses ini
sebagai proses desentrasi, artinya anak dapat memandang dirinya sendiri dan
lingkungan sebagai dua entitas yang berbeda. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal
object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh,
atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada.
Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut
muncul secara bertahap dan sistematis.
b) Stadium pra-operasional ( 18 bulan - 7 tahun )
Stadium
pra-operasional dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan
simbolis, imitasi ( tidak langsung ) serta bayangan dalam mental. Semua proses
ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan tingkah laku simbolis.
Anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya,
anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang
harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau
sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap
eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor,
yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka.
- Cara berpikir pra-operasional sangat memusat ( centralized ). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi yang multi - dimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi - dimensi yang lain dan akhirnya juga mengabaikan hubungannya antara dimensi - dimensi ini.
- Berpikir pra-operasional adalah tidak dapat dibalik ( irreversable ). Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan memikirkan tindakan tersebut dalam arah yang sebaliknya.
- Berpikir pra-operasional adalah terarah statis. Bila situasi A beralih ke situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A, kemudian B. Ia tidak memperhatikan transformasi perpindahannya A ke B.
- Berpikir pra-operasional adalah transductive ( pemikiran yang meloncat - loncat ). Tidak dapat melakukan pekerjaan secara berurutan . Dari total perintah hanya satu/ beberapa yang dapat dilakukan.
- Berpikir pra-operasional adalah imaginatif, yaitu menempatkan suatu objek tidak berdasarkan realitas tetapi hanya yang ada dalam pikirannya saja.
c) Stadium operasional konkrit ( 7 - 11 tahun )
Cara
berpikir anak yang operasional konkrit kurang egosentris. Ditandai oleh
desentrasi yang besar, artinya anak sekarang misalnya sudah mampu untuk
memperhatikan lebih dari satu dimensi sekaligus dan juga untuk menghubungkan
dimensi - dimensi ini satu sama lain. Anak sekarang juga memperhatikan aspek
dinamisnya dalam perubahan situasi. Akhirnya ia juga sudah mampu untuk mengerti
operasi logis dari reversibilitas.
Pada
dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama
dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas
dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir
sistematis mengenai benda - benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret. Ada
juga kekurangan dalam cara berpikir operasional konkrit. Yaitu anak mampu untuk
melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit.
Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah ( misalnya masalah
klasifikasi ) secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia
belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.
d) Stadium operasional formal ( mulai 11 tahun )
Pada
periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik
secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu : Kapasitas
menggunakan hipotesis ; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal
pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan
lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari
materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Dalam
menghadapi masalah, anak akan menganalisis masalahnya dengan penyelesaian
berbagai hipotesis yang mungkin ada. Atas dasar analisisnya ini, ia lalu
membuat suatu strategi penyelesaian. Maka dari itulah berpikir operasional
formal juga disebut berpikir proporsional. Berpikir operasional formal
memungkinkan orang untuk mempunyai tingkah laku problem solving yang
betul-betul ilmiah, serta memungkinkan untuk mengadakan pengujian hipotesis
dengan variabel - variabel tergantung.
3) Perkembangan Kemampuan Kognitif Pada Remaja
Menginjak
masa puber, seorang remaja akan mengalami perkembangan kognitif atau kemampuan
berpikir. Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget
(seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi
dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Idealnya, seorang remaja sudah mempunyai pola
pikir sendiri. Di antaranya yang bisa digambarkan yaitu:
- Mulai bisa berpikir logis tentang suatu gagasan yang abstrak
- Mulai bisa membuat rencana, strategi, membuat keputusan, memecahkan masalah serta mulai memikirkan masa depan
- Muncul kemampuan nalar secara ilmiah dan belajar menguji hipotesis atau permasalahan
- Belajar berinstropeksi diri
- Wawasan berpikirnya semakin luas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, jati diri atau identitas
Para remaja
tidak lagi menerima informasi apa adanya, tapi juga akan mengadaptasi informasi
tersebut dengan pemikirannya sendiri. Namun pada kenyataannya, di negara-negara
berkembang (termasuk Indonesia), masih banyak sekali remaja (bahkan orang
dewasa juga lho) yang belum mampu berpikir dewasa. Sebagian masih memiliki pola
pikir yang sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia banyak
menggunakan metode belajar mengajar satu arah atau ceramah, sehingga daya kritis belajar seorang
anak kurang terasah. Bisa juga pola asuh orang tua yang cenderung masih
memperlakukan remaja seperti anak-anak sehingga mereka tidak punya keleluasan
dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usianya.
Seharusnya
seorang remaja harus sudah mencapai tahap perkembangan pemikiran abstrak supaya
saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu
untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
Dengan
menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information
and Verbal Analogies, Jones dan Conrad ( Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001 )
menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai
masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun. Puncak perkembangan
pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir. Perubahan - perubahan
amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau ( mapan )
sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar